Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mukmin itu pergi
semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di
antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama
dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali
kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya. (QS At Taubah [9]: 122)
Dalam
era globalisasi dan modernisasi ini Pesantren sebagai lembaga dakwah, harus mampu menempatkan dirinya sebagai
transformator, inovator dan motivator masyarakat. (K.H. Wahid Zaini). Sebagai mana
diterangkan dalam ayat Al Quran diatas, sebagai generasi penerus bangsa kita
harus berilmu, berpengetahuan baik ilmu pengetahuan umum dan ilmu agama
tentunya, supaya bisa menjadi pengendali sosial (agent of social control) dalam bermasyarakat.
Nurcholis Madjid, salah satu cendekiawan besar
muslim Indonesia membagi pesantren (dalam karyanya Bilik-bilik Pesantren :
Sebuah Potret Perjalanan, Jakarta : Paramadina, 1997) terkait dengan terhadap
tantangan dan arus jaman, ke dalam empat jenis.
1.
Pesantren jenis pertama adalah pesantren modern yang penuh
ghirah membenahi pesantren dengan sistem yang kompatibel dengan semangat
modernitas.
2.
Pesantren kedua, pesantren yang melek kemajuan jaman
sekaligus tetap mempertahankan nilai-nilai yang positif dari tradisi.
3.
Pesantren ketiga adalah pesantren yang juga memahami aspek
positif modernitas namun tetap memilih menjadi jangkar bagi persemaian semangat
tradisionalisme.
4.
pesantren jenis keempat adalah pesantren yang bersikap
antagonis terhadap gegap gempita modernisasi.
Saat ini, jenis yang terbanyak adalah pesantren
ragam kedua. Karena prinsip yang umum dianut oleh dunia pesantren adalah konsep
qaidah fiqh yang berbunyi :
“al-muhafadhah 'ala al-qadim al-shalih wa
al-akhdu bi al-jadid al-ashlah”
Yang artinya : “melestarikan tradisi yang
masih baik sekaligus mengadopsi hal-hal baru yang jauh lebih baik”. Adapun
pesantren dengan tipe terakhir, dalam perkiraan penulis, jarang ditemukan atau
bahkan mungkin sudah tidak ada lagi di saat ini. Namun saat ini, tantangan
dunia pesantren yang sesungguhnya jauh lebih kongkrit. Klasifikasi di atas
terlalu sederhana untuk menjawab tantangan bagi permasalahan yang harus
dihadapi dunia pesantren. Modernitas yang mengusung nilai-nilai budaya baru
melalui kecanggihan teknologi dan alat komunikasi, telah menelusup jauh masuk
ke seluruh lini kehidupan masyarakat, tak terkecuali dunia pesantren.
Pesantren yang menganut asas kesederhanaan,
lambat-laun mulai direpotkan oleh fenomena "sensitif teknologi"
di tengah-tengah masyarakat yang menjalar ke dunia pesantren. Salah satu budaya
baru yang potensial menghadirkan ancaman adalah arus komunikasi yang serba
mudah dengan kehadiran telepon genggam (handphone/telepon seluler). Demam
handph one (HP) merupakan salah satu dari bentuk "sensitif teknologi"
yang mewabah di masyarakat terutama para muda.
Ruang-ruang interaksi remaja kita saat ini
dominan oleh perbincangan mengenai tetek-bengek HP. Para santri pesantren yang
mayoritas remaja akan sulit dibendung dari filtrasi "virus
sensitif teknologi" semacam
demam HP ini. Tanpa
mengesampingkan kegunaan positif dari alat komunikasi semacam HP, potensi
negatif alat tersebut akan sangat kasat mata di tangan para santri. Lebih-lebih
di tengah maraknya peredaran video-video compress mesum yang dengan mudah
disimpan dan dipertontonkan melalui HP.
Ancamannya tidak main-main bagi dunia pesantren
badai kemerosotan moralitas yang luar biasa. Situasi yang serba terbuka saat
ini akan menyulitkan para pengasuh pesantren untuk mengambil langkah-langkah preventif
(pencegahan) yang efektif sekalipun. Potensi merusak dari tehnologi
komunikasi semacam HP, lambat tapi pasti, akan menemukan momentumnya untuk
menghantam telak nilai-nilai tradisi pesantren. Selama ini dampak tehnologi
yang mempertontonkan adegan-adegan mesum relatif dapat dilokalisir, namun
kehadiran HP mengakibatkan tayangan-tayangan pornografi dan pornoaksi dapat
dengan mudah menyusup ke ruang-ruang privat tanpa dapat dikontrol lagi.
Pemerintah yang seharusnya dapat berperan
membendung akses-akses utama pornografi dan pornoaksi, jauh dari harapan yang
dapat digantungkan oleh dunia pesantren.
Dengan demikian, pesantren tidak boleh termangu untuk mengatasi bahaya laten teknologi informatika. Pesantren harus proaktif memikirkan dan mengambil langkah-langkah nyata untuk mengendalikan atau controlling. Dampak kehadiran alat teknologi semacam HP tersebut. Salah satu langkah nyata yang dapat diambil adalah terus menumbuhkembangkan sikap kedewasaan dan tanggungjawab para santri.
Dengan demikian, pesantren tidak boleh termangu untuk mengatasi bahaya laten teknologi informatika. Pesantren harus proaktif memikirkan dan mengambil langkah-langkah nyata untuk mengendalikan atau controlling. Dampak kehadiran alat teknologi semacam HP tersebut. Salah satu langkah nyata yang dapat diambil adalah terus menumbuhkembangkan sikap kedewasaan dan tanggungjawab para santri.
Cara mengucilkan para santri dari dunia teknologi
justru akan menjadikan para santri pribadi-pribadi yang gugup dan gagap
terhadap perkembangan jaman terutama teknologi dan pada gilirannya hanya akan
mengantar mereka menjadi pemuja-pemuja tehnologi tanpa bekal pengetahuan yang
memadai mengenai aspek negatifnya. Para orang tua juga tidak dapat tinggal
diam. Mereka harus turut aktif dan berupaya dengan keras untuk mengontrol
perilaku generasi-generasi penerusnya. Sinergi semua pihak akan sangat membantu
dalam menghadapi efek-efek negatif modernisasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar